Santri yang tergabung dalam Satuan Pengamanan Pesantren (Satpampes) Al-Ishlah ikut terlibat dalam membantu korban angin puting beliung di Prajekan Bondowoso, 21 Januari 2024. Foto: Fikri
Oleh: Wahyudi Muthallib, S. Pd.*
“Mengaji dan sembahyang tak pernah ditinggalkan, belajar dan bekerja tak boleh dilupakan”. – Hymne Al-Ishlah
Saya ingin sedikit berbagi cerita, kalau tidak salah ini terjadi sekitar tahun 2020.
Suatu ketika ada wali santri datang, ke rumah dinas saya, dengan berkeluh kesah, begini kira-kira kalimatnya ‘”Ust, saya memondokan anak untuk belajar, bukan untuk bekerja.”
Karena beberapa kali beliau melihat anaknya kerja, menyapu lingkungan pondok, membantu tukang menurunkan genteng, ngecor, angkat kayu, dll.
Mendapati itu saya tersenyum, dan menjawab pertanyaan tersebut. Sambil guyon saya mengatakan bahwa apa yang wali santri tersebut sampaikan itu benar, tapi kurang tepat.
Saya memberikan penjelasan kepadanya, dengan satu perumpaman. “Jika ibu berprofesi sebagai ibu rumah tangga, apakah selama 24 jam ibu mengerjakan pekerjaan rumah? Tentu tidak, pasti ibu akan mencari pekerjaan lain agar tidak jenuh dan bosan.”
Sambil tersenyum kepada saya, “Pastilah ustadz, saya akan cari pekerjaan lain.”
Maka saya jelaskan, begitulah santri, tidak mungkin mereka akan disuruh untuk belajar selama 24 jam, karena pasti akan bosan.
Jadi, yang perlu diingat oleh wali santri adalah jangan sekali-kali mengatakan, bahwa pondok memperkerjakan santri-santrinya. Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh pondok adalah dalam rangka mendidik santri-santrinya. Agar mereka memiliki bekal dan pengalaman yang cukup di kemudian hari.
Saya menutup dengan ucapan Alm. KH. Dr. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA terkait pendidikan di pesantren, bahwa: “Apa yang kamu lihat, apa yang kamu dengar, apa yang kamu rasakan, dan apa yang kamu lakukan, semua itu adalah pendidikan.”
*Guru di KMI Al-Ishlah